Karomah- Karomahnya
Ø Ketika beliau masih tinggal di
Kampung Keraton, biasanya setelah selesai pembacaan maulid, beliau
duduk-duduk dengan beberapa orang yang masih belum pulang sambil
bercerita tentang orang-orang tua dulu yang isi cerita itu untuk dapat
diambil pelajaran dalam meningkatkan amaliyah. Tiba-tiba beliau
bercerita tentang buah rambutan, pada waktu itu masih belum musimnya;
dengan tidak disadari dan diketahui oleh yang hadir beliau mengacungkan
tangannya ke belakang dan ternyata di tangan beliau terdapat sebuah buah
rambutan yang masak, maka heranlah semua yang hadir melihat kejadian
akan hal tersebut. Dan rambutan itupun langsung beliau makan.
Ø
Ketika beliau sedang menghadiri selamatan dan disuguh jamuan oleh
shahibul bait maka tampak ketika itu makanan tersebut hampir habis
beliau makan, namun setelah piring tempat makanan itu diterima kembali
oleh yang melayani beliau, ternyata makanan yang tampak habis itu masih
banyak bersisa dan seakan-akan tidak di makan oleh beliau.
Ø Pada
suatu musim kemarau yang panjang, di mana hujan sudah lama tidak turun
sehingga sumur-sumur sudah hampir mengering, maka cemaslah masyarakat
ketika itu dan mengharap agar hujan bisa turun. Melihat hal yang
demikian banyak orang yang datang kepada beliau mohon minta doa beliau
agar hujan segera turun, kemudian beliau lalu keluar rumah dan menuju
pohon pisang yang masih berada di dekat rumah beliau itu, maka beliau
goyang goyangkanlah pohon pisang tersebut dan ternyata tidak lama
kemudian, hujan pun turun dengan derasnya.
Ø Ketika pelaksanaan
Haul Syekh Muhammad Arsyad yang ke 189 di Dalam Pagar Martapura,
kebetulan pada masa itu sedang musim hujan sehingga membanjiri jalanan
yang akan dilalui oleh 'Alimul 'allamah Al 'Arif Billah Asy Syeikh H. M.
Zaini Abd. Ghani menuju ke tempat pelaksanaan haul tersebut, hal ini
sempat mencemaskan panitia pelaksanaan haul tersebut, dan tidak disangka
sejak pagi harinya jalanan yang akan dilalui oleh beliau yang masih
digenangi air sudah kering, sehingga dengan mudahnya beliau dan
rombongan melewati jalanan tersebut; dan setelah keesokan harinya
jalanan itupun kembali digenangi air sampai beberapa hari.
Ø
Banyak orang-orang yang menderita sakit seperti sakit ginjal, usus yang
membusuk, anak yang tertelan peniti, orang yang sedang hamil dan bayinya
jungkir serta meninggal dalam kandungan ibunya, sernuanya ini menurut
keterangan dokter harus di operasi. Namun keluarga mereka pergi minta
do'a dan pertolongan. 'Allimul'allamah 'Arif Billah Asy Syekh H. M.
Zaini Abd. Ghani. Dengan air yang beliau berikan kesemuanya dapat
tertolong dan sembuh tanpa di operasi.
Karya tulis beliau adalah :
1. Risalah Mubarakah.
2. Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muharnmad bin Abd. Karim Al-Qadiri Al Hasani As Samman Al Madani.
3. Ar Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
4. Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a'zham Muhammad bin Ali Ba-'Alwy.
Wasiat Tuan Guru K.H. M. Zaini Abdul Ghoni
1. Menghormati ulama dan orang tua,
2. Baik sangka terhadap muslimin,
3. Murah hati,
4. Murah harta,
5. Manis muka,
6. Jangan menyakiti orang lain,
7. Mengampunkan kesalahan orang lain,
8. Jangan bermusuh-musuhan,
9. Jangan tamak / serakah,
10. Berpegang kepada Allah, pada Qobul segala hajat,
11. Yakin keselamatan itu pada kebenaran.
Wasiat Guru Sekumpul,
Renungan Untuk Bangsaku
DARI
hari ke hari, bangsa Indonesia terpuruk dan terus terpuruk. Bencana
yang seakan silih berganti, susul-menyusul dengan mewabahnya berbagai
penyakit mematikan, seakan tak bosan menghampiri bangsa ini.
Sementara
perubahan yang diharapkan terjadi di berbagai bidang kehidupan,
bukannya membawa ke arah perbaikan, sebaliknya makin memperburuk kondisi
bangsa, menyulitkan dan menambah penderitaan rakyat, terutama mereka
yang berada di strata bawah.
Apa sekarang yang tidak sulit
didapat rakyat? Jika dulu hanya minyak tanah yang harus antre, kini
solar yang sebagian besar untuk industri dan membantu menggerakkan roda
perekonomian, disusul premium (bensin) yang dibutuhkan secara langsung
oleh lebih 50 persen masyarakat _bahkan hampir 100 persen masyarakat
Indonesia secara tidak langsung bergantung pada bensin_ juga semakin
langka dan sulit didapat.
Jika minyak tanah yang sulit, silakan
bilang itu hanya untuk masyarakat menengah bawah. Tapi jika kemudian
kelangkaan BBM itu juga terjadi pada kalangan industri dan kemudian
masyarakat menengah ke atas, apakah ini artinya sebuah indikasi bangsa
ini menuju pada pemerataan kemiskinan? Bukan pemerataan kesejahteraan?
Bila
ini dibiarkan berlarut-larut dan tak teratasi juga oleh pemerintah,
yang selalu mengusung isu perubahan, bukan masyarakat miskin yang bisa
diangkat dari garis kemiskinan. Sebaliknya, kemapanan yang telah
dimiliki sebagian rakyat Indonesia akan terseret ke garis kemiskinan.
Jangan heran, angka kemiskinan yang harusnya ditekan, kini malah
membengkak.
Apa sebenarnya yang terjadi pada bangsa ini? Mengutip
bait lagu Ebit G Ade: "Mungkin Tuhan sudah bosan melihat tingkah kita
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa," ini bisa jadi renungan
bagi kita semua. Mungkin bencana yang datang bertubi-tubi ini sebenarnya
teguran dari Yang Maha Kuasa.
Runut saja tingkah polah elit bangsa
kita selama ini. Bangsa ini memang banyak tingkah dan bergelimang dosa,
tak ada lagi rasa malu terhadap kesalahan yang dibuat. Sikap, tindakan,
keputusan, maupun kebijakan yang diambil lebih mendasarkan pada ego
pribadi, kepentingan sendiri, kelompok dan golongan. Masing-masing
merasa benar sendiri dan orang lain adalah salah.
Perpecahan kini
menjadi hal biasa pada bangsa ini. Berbalut kepentingan politik,
seakan-akan telah mengaburkan kebenaran hakiki. Dengan mengatasnamakan
politik pula, tak ada lawan maupun kawan yang abadi, yang ada hanyalah
kepentingan abadi. Tak heran, elit sering melupakan rakyat, dan lebih
memikirkan mana lawan yang bisa dijadikan kawan dan mana kawan yang
harus dijadikan lawan demi mencapai tujuan.
Di tengah
keterpurukan bangsa ini dan tingkah elit itu, tak ada salahnya kita
khususnya warga Kalsel merenungkan 13 wasiat yang ditinggalkan ulama
besar KH Muhammad Zaini Abdul Ghoni atau yang akrab disapa Guru
Sekumpul, yakni: Menghormati ulama; Baik sangka terhadap muslimin; Murah
diri; Murah harta; Manis muka; Jangan menyakiti orang; Memaafkan
kesalahan orang; Jangan bermusuh-musuhan; Jangan toma (tamak, Red);
Berpegang kepada Allah pada qabul segala hajat; Yakin keselamatan itu
ada pada benar (kebenaran, Red); Jangan merasa baik daripada orang lain;
Tiap-tiap orang iri dengki atau adu-asah (adu domba, Red) jangan
dilayani serahkan saja pada Allah Ta’ala.
Wasiat yang ditulis
Guru Sekumpul sekitar 13 tahun lalu, tepatnya 11 Jumadil Akhir 1413
Hijriah, sangat dalam maknanya. Meski ditulis dalam bahasa yang sangat
sederhana. Marilah kita bertanya dalam diri kita masing-masing:
"Sudahkah semua itu kita jalankan dalam kehidupan sehari-hari?"
Hari
ini, sebagian umat Islam melaksanakan puasa pertengahan (nisfu)
Sya'ban. Bagi mereka yang mengerjakannya, makna yang terkandung dalam
nisfu Sya'ban ini diyakini sebagai momen untuk menyucikan diri dengan
memperbanyak ibadah dan meminta ampunan kepada Allah SWT.
Kemudian,
sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan, bulan penuh
ampunan, suatu momen yang tepat bagi seluruh anak negeri ini untuk
melakukan perenungan tentang makna menahan diri dari berbagai nafsu. Tak
hanya syahwat, tapi lebih dari itu yaitu nafsu yang terkadang
berselimut di balik kebaikan dalam bentuk kepura-puraan.
Dengan
kita, semua anak negeri ini, merenungkan kembali wasiat yang disampaikan
Guru Sekumpul, juga makna nisfu Sya'ban dan pemasungan nafsu pada bulan
suci Ramadhan, semoga bangsa ini menemukan secercah harapan perubahan
untuk menuju Indonesia yang benar-benar lebih baik, beretika, bermoral
dan berbudaya (malu).
Beberapa karamah dan riwayat hidup beliau yang lain bisa dibaca dari pemberitaan dan tulisan-tulisan di http://www.indomedia.com/bpost dan di www.radarbanjar.com.
PESAN DAN NASEHAT GURU IJAI BUAT GUBERNUR KALSEL
Dalam
memasuki tahun 2002 yang penuh tantangan dan harapan, kiranya masih
relevan untuk di ingat dan direnungkan kembali pesan dan nasihat yang
pernah diberikan oleh tuan guru K. H. Zaini Ghani (guru H Ijai) guru
Sekumpul Martapura kepada Bapak Gubernur Kalsel Drs HM Syachriel Darham
hari Kamis 10 Pebruari 2000 bertempat di kediaman beliau di komplek
Sekumpul Martapura sebelum dilantik sebagai Gubernur Kalsel tanggal 25
Pebruari 2000.
Kelima pesan dan nasihat guru Ijai supaya
dilaksanakan secara konsekuen yakni, menjalankan shalat lima waktu,
melaksanakan amal ma’ruf dan menjauhi nahi munkar, bertindak adil dan
bijak, mengutamakan kesejahteraan rakyat dan yang kelima memberantas
KKN, WTS, miras, narkoba dan melaksanakan sumbangan di jalan-jalan.
Sungguh
kelima pesan dan nasihat tersebut mempunyai makna yang hakiki serta
nilai tersendiri yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh sebagai
modal meraih sukses dalam melaksanakan tugas pengabdian baik bagi
Gubernur Kalsel, juga bagi para pejabat dan aparat pemerintah lainnya.
Saya
yakin, apabila lima pesan yang diberikan guru Sekumpul K. H. Zaini
Abdul gani ini dilaksanakan dengan niat dan itikad yang baik, penuh
konsekuen, diwujudkan dengan baik dan benar, insya Allah Syachriel
Darham dapat meraih sukses membangun daerah Kalsel dalam memakmurkan
rakyatnya.
HABIB ABOE BAKAR AL-HABSYI : BERSUA DAN AKRAB DENGAN GURU SEKUMPUL
KALI
pertama datang ke Kalsel untuk mengenalkan PK, Habib Aboe Al Habsyi
langsung bersilaturahim kepada Al Mukaram K. H. Zaini Ghani atau Guru
Sekumpul Martapura. Pertemuan pertama itu, rasanya terjadi di media
Agustus 1998, beberapa minggu setelah PK dideklarasikan di Masjid Raya
Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kali pertama bertemu,
kenangnya, ia langsung diajak allahuyarham Guru Sekumpul ke kamar
pribadinya. Dalam pertemuan yang sangat akrab hampir 2 jam lamanya itu,
Guru Sekumpul berbicara secara akrab tentang banyak hal dengan lugas.
Pokoknya,
beliau itu welcome banget. Humor-humor segar meluncur dari beliau.
Sangat berkesan sekali pertemuan pertama saat itu kenang Habib Aboe
Bakar sambil matanya berkaca-kaca mengenang Guru Sekumpul, ulama besar
dan panutan rakyat Kalimantan Selatan yang jamaah pengajiannya puluhan
ribu tersebut.
Dalam pertemuan pertama itu, Habib Aboe Bakar
bersama dengan DR. Habib Salim Segaf Al Jufrie MA, Dewan Syariah Pusat
PK dan PKS, kini Duta Besar RI untuk Arab Saudi. Kemudian, dalam
pertemuan kedua, Habib Aboe Bakar bersama-sama dengan Ustadz H. Ariffin
Ilham, pemimpin majlis dzikir Ad Dzikra, Jakarta.
Sepanjang tahun
1998-1999 itu, saat masih memperjuangkan PK di hati masyarakat Kalsel,
ada 4 kali Habib Aboe Bakar bersilaturahim kepada Guru Sekumpul. Bersama
dengan orang-orang yang berbeda, di antaranya dengan ustadz Faqih
Jarjani (kini Waket DPRD HST), bahkan sempat ketemu dengan Drs. H.
Armain Janit, MBA, ustadz Abdullah, ketemu dengan Habib Abu Bakar
(Martapura), Abu Hurairah dan lain-lain. Dari keempat pertemuan itu,
Habib Aboe Bakar selalu didampingi oleh H. Najmudin atau H. Nanang,
pengusaha dan putera ulama kenamaan di Kandangan, Hulu Sungai Selatan.
Dalam
4 kali pertemuan, keakraban makin terjalin erat. Dan, pertemuan itu,
semuanya berlangsung dalam durasi yang lama, rata-rata lebih dari 2 jam.
Saat itu, Guru Sekumpul masih sangat sehat dan bugar. Bahkan, sama-sama
makan cukup banyak.
Kesan mendalam tertanam di hatinya tentang
sosok Guru Sekumpul yaitu seorang ulama besar yang sangat rendah hati,
santun, dengan akhlak yang luar biasa, di samping keilmuannya yang luas.
Bukan itu saja, independensitas beliau dengan semua kekuatan politik
maupun golongan, benar-benar luar biasa. Ulama yang berkhidmad kepada
ummat tanpa membedakan sekat.
Sikap inilah yang akhirnya
menempatkan Guru Sekumpul, tidak hanya panutan bagi masyarakat, namun
juga rujukan para ulama lainnya. Menjadi tempat bertanya yang tepat,
netral, sejuk dan menentramkan.
Inilah sekelumit kesan yang mendalam
dari 4 pertemuan itu tentang sosok ulama yang telah berpulang ke
Rahmatullah pada 10 Agustus 2005 lalu tersebut. Masih banyak kesan
lainnya, di luar pertemuan yang 4 kali itu. Namun, semuanya
mengisyaratkan hal yang sama: akhlak yang luar biasa bersatu dengan ilmu
yang luas, itulah beliau, Al Mukaram Allimul Alamah Al Arif Billah As
syaikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, Sekumpul Martapura.
GURU SAID (PAMAN GURU IJAI) : WAFATNYA GURU IJAI SEPERTI SEBUAH LAMPU, SAAT INI REDUP, TAPI BUKAN PADAM
Wafatnya
Guru Sekumpul tanggal 5 Agustus 2005 M atau 5 Rajab 1426 H lalu memang
sudah membuat sebagian besar masyarakat Kalsel kehilangan seorang
panutan.
Sebelum Guru Ijai wafat, Guru Said mengaku sudah
mendapat firasat ketika dalam satu pertemuan dengan keponakannya itu
sempat berucap mereka berdua sudah tua. Apalagi Habib Husin telah
mendahului menghadap Sang Khalik di usia yang lebih muda. Bahkan sebelum
Guru Ijai berangkat ke Singapura, ada orang "Dalam Pagar" yang
dipanggil ke Sekumpul. Kepada orang yang tak disebutkan identitasnya
itu, Guru Ijai menanyakan kondisi dirinya. Tak lama setelah itu, ulama
karismatik yang juga ayah angkat penyanyi Chrisye itu berangkat ke
Negeri Singa sampai akhirnya meninggal dunia.
KETUA MUI DAERAH KALIMANTAN SELATAN PROF. Drs. H.M. ASYWADIE SYUKUR, Lc. : SEJAK KECIL SUDAH JADI PANUTAN
KEPERGIAN
Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru Sekumpul
ke pangkuan Illahi, Rabu (10/8) pagi, membuat banyak orang merasa
kehilangan. Banyak kesan yang diingat, terutama orang-orang yang pernah
dekat dengan ulama kharismatik ini.
Guru Sekumpul, dalam ingatan masa
kecil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Kalimantan
Selatan Prof Drs HM Asywadie Syukur Lc, adalah insan panutan.
"Tuan
Guru ini sejak kecil sudah tampak sebagai manusia panutan, sebab tidak
banyak bicara tetapi selalu ceria. Kalau pun bicara, tidak mengeluarkan
suara nyaring; tetapi sederhana," kata Asywadie.
Di masa kecil Tuan
Guru Sekumpul dan Asywadie Syukur sama-sama tinggal di Sungai Jingah.
Sama-sama sebagai teman sepergaulan, namun setelah masuk sekolah
masing-masing disibukkan dengan kegiatan belajar.
"Guru Sekumpul
sekolah di PGA Banjarmasin, kemudian Darussalam Martapura, Pesantren di
Jombang dan kembali ke Martapura mengajar di Pesantren Darussalam,"
kenang Asywadie.
Terhadap kepergian Tuan Guru Sekumpul menghadap
Ilahi Rabbi, Asywadie berujar, di daerah ini banyak ulama namun sedikit
ulama yang dijadikan panutan. Artinya, apa yang diucapkan Tuan Guru itu,
dijadikan pedoman oleh muslimin-muslimat, terutama dalam kehidupan
bermasyarakat.
Mengenai harapan, sebagai umat Islam di Kalsel
khususnya dan Kaltim, Kalteng umumnya, mudah-mudahan cepat mendapat
ulama panutan sebagai ganti Tuan Guru Sekumpul itu.
Semoga bak
pepatah "patah tumbuh hilang berganti", terutama ulama yang tidak
sekadar pandai berdakwah, tetapi menjadi panutan dan setiap ujarannya
dipakai oleh umat.
HJ. SA’DIAH : MERUPAKAN ANAK YANG SANGAT BERBAKTI KEPADA ORANG TUANYA
Hj
Sa’diah (80), seorang keluarga Guru Sekumpul yang tinggal di Jalan
Makam Kelurahan Keraton, Martapura mengaku mengenal betul dengan
almarhum.
Sebelum memimpin pengajian di Sekumpul, menurutnya, sekitar
1970 Guru Sekumpul mulai memberikan pengajian di Jalan Makam Kelurahan
Keraton Martapura.
Hj Sa’diah menceritakan pengalamannya saat masih
berdampingan rumah dengan Guru Sekumpul di Keraton. "Sejak masih kecil,
Guru Sekumpul yang saat itu kerap dipanggilnya Anang (sebutan
kesayangan), merupakan anak yang sangat berbakti kepada kedua
orangtuanya --Abdul Ghani dan Hj Masriah," tuturnya.
Pada masa itu
pula Guru Sekumpul sudah rajin mengaji ilmu agama Islam, baik di
Darussalam maupun berkunjung langsung ke rumah guru-guru di Martapura.
Cerita
serupa juga disampaikan satu sahabat Guru Sekumpul, Guru Rosyad yang
sering menjemput dengan sepeda untuk pergi mengaji ke rumah Guru H Anang
Syahrani, di Desa Kampung Melayu Martapura.
Katanya, sopan dan
santun terhadap orangtua dan teman sebayanya, salah satu prilaku terpuji
Guru Sekumpul sejak kecil. Bahkan dalam adab membawa kitab-kitab yang
dipelajarinya, selalu dibekap di dadanya sebagai tanda penghormatan
terhadap sumber-sumber ilmu tersebut.
Hidupkan Maulid Habsyi
Sejak
1961, Guru Sekumpul sudah menghidupkan pembacaan Maulid Habsyi di
Kalsel, ketika berkediaman di Jalan Makam Kelurahan Keraton Martapura.
Itulah, penuturan H Muhammad (55), anak dari Hj Sa’diah, yang juga salah
seorang dari 15 murid Guru Sekumpul dalam belajar Maulid Habsyi saat
itu.
Menurut Muhammad, satu kesempatan ayahnya H Alus sempat
menanyakan kepada Guru Seman Mulia, yang tak lain paman Guru Sekumpul,
siapa di antara keponakannya yang nantinya menjadi ulama besar. "Guru
Seman Mulia mengatakan si Anang (Guru Sekumpul) nantinya menjadi ulama
besar," ucap Muhammad, menirukan perkataan H Alus.
Muhammad kecil
pula yang sering memijat-mijat Guru Sekumpul, saat beristirahat sejenak
di Langgar Darul Aman yang lokasinya tak jauh dari kediaman Guru
Sekumpul di Keraton.
"Saat sidin istirahat sejenak di Langgar Darul
Aman, aku memijat-mijat awak sidin. Sidin katuju makan buah durian dan
bubur kacang hijau," tuturnya.
Muhammad mengisahkan, pesan Guru
Sekumpul yang selalu diingatnya, yaitu setiap saat bertemu dengan orang
tua-terutama ibu, hendaknya mencium tangan.
"Kalau ada duit kita berikan kepada orang tua dan kalau sempat ikut pengajian. Pesan itu yang selalu saya ingat," imbuhnya.
Seiring
pindahnya tempat pengajian dari Keraton ke Sekumpul, kesibukan Guru
Sekumpul pun semakin padat. Hal ini pun yang membuat mereka yang tahu
akan kesibukan Guru Sekumpul, mengurungkan niat untuk sekedar bertamu
sebagai rasa pengertian demi menjaga kesehatan beliau. Hal itu
diutarakan Anang Mahli (65), teman
sepermainan Guru Sekumpul waktu kecil di Keraton.
"Kecuali
penting banar atau sidin yang bakiau hanyar aku ke Sekumpul. Kalau
badapat sidin rami bakisah tentang Keraton," tutur Mahli.
Dalam
setiap pertemuan, Guru Sekumpul selalu mendoakan; mudah-mudahan kita
semua mendapatkan rahmat Allah SWT dan mendapat safa’at Nabi Muhammad
SAW. "Kita benar-benar kehilangan ulama besar yang sangat peduli
terhadap masyarakat," ucap Mahli.
Sementara Zakir, seorang santri
yang tinggal di Pekauman Martapura mengakui sangat kagum dengan Guru
Sekumpul. "Pernah suatu ketika, saya diperintahkan oleh ayah saya untuk
mengantar sesuatu ke kediaman Guru Sekumpul. Saya sebelumnya belum
pernah bertemu langsung dengan beliau. Ketika sudah berada di halaman
rumah beliau, saya kemudian terpikir, apakah mungkin saya dapat berjabat
tangan dan mencium tangan beliau. Anehnya, belum sempat saya mengetuk
pintu, beliau sudah membuka pintu dan mengulurkan tangannya kepada saya
seraya mengucap salam. Saya pun terkejut, namun segera saja memanfaatkan
kesempatan langka itu," ujar Zakir.
Tidak kalah menariknya, Ikhsan
Cahyadi, seorang warga Pelaihari yang sering mengikuti pengajian
Sekumpul mengatakan, dirinya baru mengakui karomah Guru Sekumpul setelah
ia mengikuti pengajian kali pertama.
"Sejak berangkat dari
Pelaihari, saya memiliki satu pertanyaan tentang soal agama yang saya
belum temukan jawabannya. Alhamdulillah, ketika duduk mengikuti
pengajian, Guru Sekumpul ada menyinggung persoalan agama yang jadi
pertanyaan saya itu, dan terjawablah sudah pertanyaan di hati ini,"
paparnya.
INI ADALAH SEBUAH CATATAN PERJALANAN SALAH SEORANG PEJABAT KOTA SAMARINDA KE KOMPLEK MAKAM GURU SEKUMPUL
KETIKA
ke Kalsel, saya bersama istri menyempatkan diri berziarah ke makam Al
Alimul Allamah Asy Syaikh Al Hajj Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni yang
lebih dikenal dengan sebutan Guru Ijai atau Guru Sekumpul Martapura
Kalsel.
Ketika memasuki kompleks pemakaman Sekumpul seluas beberapa
hektare, saya lihat sejumlah rumah berderet mirip perumahan di Kota
Samarinda. Di antara pemiliknya ternyata warga Samarinda, yakni Hj
Fatimah atau Hj Timah, warga Air Putih Samarinda Ulu dan almarhum H
Syahril, pengusaha bahan bangunan di Jl Kebaktian Kelurahan Sungai
Pinang Dalam.
Di Sekumpul saat itu tak terlihat seorang pun pengemis,
seperti di makam Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kalampayan
atau Makam Abdullah (orangtua Muhammad Arsyad) di Lok Gabang Kecamatan
Astambul, juga di makam sunan-sunan di Jawa. Penjual kembang juga tak
terlihat. Parkir mobil dan motor tak dipungut bayaran. Begitu juga
menaruh sandal dan sepatu. Hal seperti sangat berbeda dari biasanya.
Sebelum
masuk ke kubah yang berdampingan dengan musala Al Raudhah, di makam Al
Alimul Allamah As Syaikh Al Hajj Muhammad Salman bin Hajj Abdul Jalil
(Salman Bujang), Guru Ijai dan Al Alimul Allamah As Syaikh Hajj Muhammad
Seman bin Al Hajj Mulia, saya lihat bila wanita memakai celana panjang
diwajibkan masuk ke kamar ganti pakaian dan diminta mengganti dengan
sarung dan kerudung. Di kamar ganti itu tersedia sarung atau tapih
(bahasa Banjar, Red.) sebanyak 50 lembar dan kerudung. Juga disediakan
beberapa kotak popok bayi untuk peziarah yang membawa bayi.
Kubah
yang saya masuki itu berukuran sekitar 800 meter persegi terdapat tirai
warna kuning yang memisahkan peziarah pria dan wanita. Di kubah pria,
saya saksikan pengunjung yang membaca Surat Yasin dan bacaan lainnya
yang pahalanya dihadiahkan kepada Salman Bujang, Guru Ijai dan Seman.
Setelah
itu, saya melihat mereka antre cukup panjang menuju ke tiga makam dan
di depan ketiga makam berdoa, kemudian mengusap dengan tangan nisan plus
menciumnya. Saya yang menyaksikan perilaku peziarah tersebut hanya diam
seribu bahasa. Saya tak mampu melakukan serupa fanatisme terhadap Guru
Sekumpul, Salman Bujang dan Seman.
Demikianlah sekilas profil singkat
guru Sekumpul di antara karamah dan kekuasaan Tuhan yang ditunjukkan
kepada diri seorang hamba yang dikasihi-Nya. Semoga yang sedikit ini
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.***
catatan :
Penulis
mengumpulkan bahan tulisan ini mengutip dan mengumpulkannya dari
internet, sedangkan photo-photo yang tercantum di tulisan ini
sebagiannya langsung ke Sekumpul, Martapura dan ada pula bersumber dari
internet.
Sumber: http://ijasi.blogspot.com/2008/12/sedikit-tentang-guru-sekumpul.html